Isolasi Mandiri? Siapa Takut!

Isolasi Mandiri? Siapa Takut!

Photo by cmcpedia.com

Bagaimana perasaanmu waktu nakes tiba-tiba menyiarkan kabar kamu positif padahal tidak bergejala? Panik pastinya! Di dalam hati pasti timbul keraguan apakah Saya benar-benar positif? Atau Saya ketularan dari siapa? Pergumulan besar terakhir adalah setelahnya Saya harus bagaimana?

Istilah isolasi mandiri sudah familiar di telinga kita sejak Covid-19 melanda Indonesia dan WHO mengungumkan Covid-19 sebagai pandemi di bulan Maret 2020. Saat itu, isolasi mandiri masih menjadi momok bagi sebagian banyak orang. Peristiwa seperti pengusiran semena-mena dengan kekerasan terjadi dikarenakan warga yang tinggal di lingkungan sekitar pun merasa tidak aman. Apakah hal tersebut masih terjadi sampai hari ini? Lalu bagaimana respon kita?

Ketua satgas siaga Covid-19, dr. Alex Ginting menyampaikan tanggapannya lewat media Kompas bahwa pokok permasalahannya adalah komunikasi yang tidak baik antar warga. Sebagai pasien Covid-19 yang baru menyanding status positif, kita harus tahu mekanisme isolasi mandiri yang tepat. Dengan begitu, insiden seperti yang telah terjadi bisa terhindarkan.

Begitu mendapat surat pernyataan kalian positif Covid-19, tenangkan diri terlebih dahulu. Berikutnya, segera laporkan ke ketua RT dan RW setempat. Pendampingan isolasi mandiri di lingkungan rumah akan dikoordinasi oleh mereka. Pantau kondisi kesehatan sendiri. Apabila gejala-gejala spesifik Covid-19 seperti di antaranya suhu tubuh meningkat melebihi 37.5°C, sakit atau perasaan tidak nyaman di tenggorokan, sakit kepala berkepanjangan, batuk, hilang indera penciuman atau perasa, segera laporkan ke Puskesmas terdekat. Perkembangan atau perbaikan kondisi kesehatan kita berada pada pantauan Puskesmas hingga 10 hari masa isolasi mandiri, ditambah 3 hari bila tanpa gejala.

Poin terpenting dari isolasi mandiri adalah keterbukaan, kejujuran, dan ketaatan. Terbuka dan jujur pada Puskesmas dan ketua RT dan RW kalau kalian memang positif. Menutup-nutupi keadaan kesehatan kalian akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Alhasil, selain tidak mendapat pendampingan dan perlindungan selama masa isolasi, tidak terbuka tentang status positif Covid-19 membuat kalian sulit mengakses fasilitas kesehatan, yakni obat-obatan dan vitamin. Bisa jadi kemungkinan kalian sembuh (atau menjadi negatif) semakin lama.

Mengapa durasi isolasi mandiri 10 hari ditambah 3 hari bila tanpa gejala? Tidak diragukan lagi mengurung diri di rumah, sama sekali tidak keluar jelas membosankan. Tapi dengan tidak taat, kamu membahayakan orang lain dengan kondisi tubuhmu. Jangan berpergian sama sekali selama masa isolasi mandiri. Koordinasikan dengan tetangga atau ketua RT RW setempat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Lalu, mengapa harus persis 10 hari? Siklus pertahanan tubuh kita ketika melawan virus terbentuk dalam kurun waktu minimal 10 hari. Tepatnya 10-20 hari antibodi dalam darah telah terbentuk. Antibodi yang dimaksudkan adalah sel T yang berperan membentuk ingatan imunitas terhadap SARS CoV-2. Menurut hasil penelitian, respon tubuh setelah lewat masa inkubasi 10 hari tersebut adalah reaksi serokonversi. Arti dari serokonversi adalah transformasi efisiensi daya antibodi melakukan pertarungan menghancurkan virus SARS CoV-2 yang semula sama dengan nol menjadi mendekati 100%. Pengujian efisiensi ini dibuktikan dengan tes rapid antigen atau pun PCR yang awalnya positif kemudian menjadi negatif. Sederhananya, ketika antibodi sel T sudah mendapatkan ‘memori’ tentang SARS CoV-2, bila dikemudian hari terjadi infeksi kembali, sel T bisa langsung mengerahkan prajurit imun yang lain untuk cepat-cepat membasmi virus SARS CoV-2.

Bagaimana kalau sudah lewat 10 hari namun masih positif? Serokonversi tetap sudah terbentuk. Namun bisa saja masih tertinggal virus hidup yang masih diperjuangkan antibodi kalian untuk dibasmi. Atau kemungkinan lainnya adalah masih ada ‘bangkai’ virus yang masih terbaca oleh alat PCR. Biar begitu, kamu sebenarnya sudah tidak menularkan orang lain lagi kok!

Yuk awasi isoman Sobat Salam dengan Layanan Corona Care Salam Homecare! 

Pesan Sekarang!

Sumber : who.int || suara.com || elifescience.org

Obat Bukan Satu-Satunya Cara Menyembuhkan

Obat Bukan Satu-Satunya Cara Menyembuhkan

photo by freepik

Obat-obatan baik herbal atau pun kimiawi sudah eksis dari jaman lampau. Obat-obatan berbahan herbal umumnya diwariskan secara tradisional turun temurun hingga ratusan tahun dan memiliki sejarah yang panjang. Katakan saja obat herbal yang terkenal di Indonesia adalah jamu yang sudah diwariskan dari nenek moyang kita bahkan sebelum masa penjajahan. Lalu untuk obat kimiawi, kita ambil contoh yang paling terkenal adalah antibiotik. Penemuan antibiotik terjadi di tahun 1941. Sumbernya adalah jamur Penicilin yang setelahnya diproduksi massal untuk obat antibakteri.

Setiap penyakit ada obatnya. Bila kita pilek atau batuk, sudah sewajarnya kita mengonsumsi obat seperti paracetamol dan keluarganya. Begitu juga ketika kita radang tenggorokan atau pun demam. Memangnya, apa sih proses yang terjadi ketika kita minum obat?

Fakta dan riset membuktikan kalau antibiotik efektif membunuh bakteri. Tapi efisiensi kerja antibiotik akan menurun hingga ke 0% kalau sasarannya tidak ada, alias penyebab kalian sakit bukan bakteri. Pertanyaannya, seberapa yakin kalian kalau pilek, batuk, radang tenggorokan, atau pun demam yang hari-hari ini dipercaya sebagai gejala Covid-19 disebabkan oleh bakteri? Lewat berita pun kita sudah tahu kalau penyebab Covid-19 adalah virus yang dinamai SARS CoV-2. Kalau begitu, untuk apa kalian minum antibiotik? Atau pertanyaan besarnya adalah, bila sudah terkena Covid-19 bagaimana cara menyembuhkannya?

Banyak isu dan saran beredar di masyarakat mengenai kiat-kiat menyembuhkan diri pasca terjangkit Covid-19. Salah satunya dengan mengonsumsi sederet obat-obatan. Apakah bisa dikatakan kalau obat-obatan tersebut 100% tidak efektif membunuh SARS CoV-2? Jawabannya ya dan tidak! Pandemi baru berlangsung selama dua tahun. Dokter dan peneliti belum menemukan obat jitu untuk menyingkirkan virus SARS CoV-2 dari tubuh.

Kalau obat-obatan tidak bisa kita andalkan, bagaimana kita menyelamatkan kesehatan kita? Kalian harus tahu, sekalipun tanpa obat-obatan, tubuh kita punya obat antivirus alami. Antivirus itu adalah antibodi. Jangan bergantung pada obat-obatan saja, kita pun harus membangun antivirus alami dari tubuh kita! Bagaimana caranya?

SARS CoV-2 masuk ke tubuh merusak sel, jaringan, bahkan organ. Sebelum virus ini mengulah lebih jauh, bangkitkan antibodi kita dan setelahnya, jangan lupa pulihkan tubuh kita dari ‘luka-luka’ yang ditimbulkan virus tersebut. Caranya?

Baca Juga Cara Jitu Mencegah Penularan Covid-19

Dari artikel sebelumnya sedikit dibahas mengenai olahraga di pagi hari. Pada saat kita berolahraga di pagi hari, tubuh kita akan terpapar sinar UV B. Sinar ini akan mengaktifkan vitamin D di dalam darah. Pada jumlah yang cukup, vitamin D akan menurunkan risiko infeksi virus. Vitamin D akan membangun palang-palang penghalang terhadap senyawa-senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh. Virus ini termasuk ke dalam senyawa asing yang berusaha menginvansi tubuh. Terkait isu badai sitokin yang terjadi pada pasien Covid-19, vitamin D dapat menangkalnya. Vitamin D dalam darah akan menekan dampak immunologi yang abnormal. Siapa sangka berjemur matahari di pagi hari ternyata sangat bermanfaat dalam membangun pasukan antibodi dalam tubuh kita?

Yang terakhir adalah fase pemulihan ‘luka-luka’ yang ditorehkan virus SARS CoV-2 di dalam tubuh. Cara pemulihan ini tidak jauh-jauh dengan kiat-kiat pencegahan terjangkit dari Covid-19, yaitu makan makanan bergizi sesuai kecukupan nutrisi! Makanan yang bergizi akan menyuplai kebutuhan sel untuk perbaikan segala bagian dalam tubuh yang telah dirusak. Dari segala macam gizi, konsumsi tinggi protein sangat dianjurkan. 16% tubuh kita tersusun atas protein. Baik tulang, otot yang tampak jelas, hingga enzim yang kasat oleh mata, sebagian besar tersusun atas protein. Konsumsi banyak protein setara dengan mendeposito komponen utama segala bagian dalam tubuh yang telah dirusak virus SARS CoV-2.

Jika Sobat Salam ingin berkonsultasi terkait pencegahan Covid-19, Anda dapat berkonsultasi dengan Kami. Konsultasi Sekarang!

Yuk konsultasi sekarang! Nikmati fasilitas konsultasi dan cek kesehatan gratis!


Sumber: farmasetika.com || ncbi.nlm.nih.gov || alodokter.com || mdpi.com/journal/molecules

Cara Jitu Mencegah Penularan Covid-19

Cara Jitu Mencegah Penularan Covid-19

photo by pikisuperstar on freepik

Tidak dipungkiri ketika varian Delta dua (B.1.617.2) dan plus (B.1.617.2.1) mengguncang seluruh dunia per Juli 2021, Indonesia pun ikut terdampak. Diiringi dengan lonjakan kasus yang melambung tinggi, pemerintah akhirnya memutuskan membuat program pembatasan gerak yang kita kenal dengan PPKM. Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diluncurkan secara khusus untuk kota-kota besar yang padat penduduk dan lebat aktifitas ekonomi. Walau begitu, kasus positif masih belum berada di bawah kendali sepenuhnya.

Ketakutan orang-orang yang tinggal dalam kawasan PPKM adalah ancaman untuk terjangkit Covid-19. Apalagi berita terakhir dilansir dari cnbindonesia Indonesia ketambahan 35.764 kasus positif baru. Rasanya seperti terjebak dalam ancaman setiap harinya.

Tapi tunggu, jangan cemas dulu. Sekalipun kalian layaknya terperangkap dalam lingkaran pandemi, percayalah kalian bisa mencegah diri kalian untuk terinfeksi Covid-19! Selain menaati prokes atau protokol kesehatan tentunya, percaya atau tidak, menjaga pola hidup sehat sangat ampuh untuk menghindari kita terjangkit Covid-19!

Apa yang dimaksud dengan pola hidup sehat? Makan makanan bergizi sesuai kebutuhan nutrisi? Tidur cukup? Olah raga? Semuanya benar! Namun, jangan ketinggalan satu hal ini; berpikiran positif.

Baca Juga 7 Berita Hoaks Covid-19 yang Sampai Kini Masih Dipercaya

Pertama, makanlah makanan yang bergizi sesuai kecukupan nutrisi. Segala hal yang masuk ke tubuh kemudian diolah melalui sistem pencernaan adalah sumber utama tubuh untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Makanan tersebut akan digunakan tubuh sebagai energi, perbaikan sel yang rusak, dan menguatkan daya tahan tubuh. Makan makanan tinggi karbohidrat akan menyuplai tubuh dengan energi untuk segala aktivitas, dari yang ringan seperti bernafas, hingga yang berat seperti mengangkat beban. Makan makanan tinggi protein akan menguatkan sistem imun, membantu tubuh membentuk antibodi melawan kuman-kuman pathogen. Makan makanan yang tinggi lemak tidak jenuh akan melancarkan peredaran darah juga menjaga kesehatan jantung. Makan banyak buah dan sayur yang melimpah kandungan seratnya akan melancarkan kerja organ cerna.

Tapi perlu diketahui, kalau kita kelebihan makan makanan yang bergizi pun akan menjadi senjata makan tuan. Seperti pepatah lama mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Makanlah makanan sehat sesuai kebutuhan nutrisi harianmu. Hitunglah berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang diseimbangkan dengan energi yang digunakan. Menghitung AKG sangat krusial di saat pandemi ini. Banyak energi dimasukkan tetapi tidak digunakan akibat kurangnya aktifitas di luar rumah, akibatnya energi tersebut akan menumpuk. Penumpukkan inil akan mengarah pada obesitas. Tubuh yang obesitas akan menjadi sarang penyakit.

Kedua, tidur cukup. Tubuh kita memerlukan waktu istirahat yang cukup agar bisa kembali segar dan bugar. Dikutip dari National Sleep Foundation, waktu tidur yang direkomendasikan untuk usia dewasa (18-25 tahun) adalah antara 7-9 jam. Selama durasi tersebut, tubuh akan diberikan kesempatan untuk memulihkan diri. Jantung, pembuluh darah, otak, dan paru-paru akan rileks sesaat setelah didesak untuk bekerja seharian.

Ketiga, olahraga. Energi kalian sudah banyak terkumpul dari makan makanan bergizi? Saatnya menggunakannya secara aktif. Dengan berolahraga, kalian menguatkan otot jantung, sendi, dan tulang, mengendalikan kadar gula darah, dan yang terpenting menjaga berat badan tetap ideal. Apabila olahraga dilakukan di pagi hari, tubuh kalian akan terpapar sinar matahari pagi yang menyehatkan. Sinar UV B dari matahari pagi mengaktifkan vitamin D dalam tubuh. Bagusnya, vitamin D ini berperan langsung dalam aktivasi antibodi.

Keempat, berpikiran positif. Sehat bukan hanya diartikan secara jasmani saja. Sehat mental adalah kebutuhan tubuh juga. Banyak orang tidak menyadari kalau sakit sering kali timbul dari stress. Tetap berpikir positif menentramkan hati kita. Hati yang sehat mendukung system imun kita tetap sehat.

Jika Sobat Salam ingin berkonsultasi terkait pencegahan Covid-19, Anda dapat berkonsultasi dengan Kami.

Yuk konsultasi sekarang! Nikmati fasilitas konsultasi dan cek kesehatan gratis!

Sumber : cnbindonesia.com || kompas.com || futurelearn.com || dinkes.bantulkab.do.id || idntimes.com || aldokter.com || sehatq.com

4 Berita Covid-19 yang Dikira Mitos tapi Ternyata Fakta

4 Berita Covid-19 yang Dikira Mitos tapi Ternyata Fakta

Photo by Fusion Medical Animation on Unsplash

Sebelumnya telah dibahas tentang hoaks atau mitos tentang Covid-19 yang beredar di masyakarat. Kepercayaan terhadap berita mitos tersebut menimbulkan kekeliruan dalam menyikapi pagebluk Covid-19.

Baca Juga 7 Berita Hoaks Covid-19 yang Sampai Kini Masih Dipercaya

Hoaks beredar tanpa dicari dahulu kebenarannya dan orang-orang meyakininya begitu saja. Uniknya, kebalikan dari hoaks, ada fakta-fakta ilmiah yang telah diuji kebenarannya tetapi malah dianggap mitos oleh masyarakat Indonesia.

Berikut 4 fakta tentang Covid-19 yang diyakini sebagai mitos :

1. Penyakit komorbit adalah risiko terbesar keparahan Covid-19

Banyak orang di luar sana percaya bahwa penyebab kematian setelah divaksin adalah vaksin itu sendiri. Padahal, komordit atau penyakit penyerta adalah sumber nomor satu keparahan infeksi SARS CoV-2. Vaksin adalah sebuah kiprah memasukkan bahan organik komponen SARS CoV-2 ke tubuh dengan tujuan merangsang pembentukan antibodi. Bila seseorang divaksin dalam keadaan tidak sehat, maka tubuh yang sedang dipaksa membuat antibodi terhadap Covid-19 akan terganggu. Penyakit penyerta yang sedang kambuh akan memperburuk keadaan tubuh sehingga kesehatannya menurun drastis.

Fakta yang kedua adalah kemungkinan seseorang terjangkit Covid-19 sebelum atau bertepatan dengan vaksinasi. Sebelum kekebalan terbentuk, virus terlanjur menginfeksi. Tubuh yang sedang dalam kondisi tidak fit akibat penyakit penyerta ketambahan penyakit baru. Hal ini lah yang dapat menyebabkan kematian.

2. Efek samping setelah terinfeksi Covid-19

Sembuh dari Covid-19 tidak berarti seseorang pulih sepenuhnya ke keadaan tubuhnya semula. Banyak orang yang tidak melakukan screening kesehatan setelah merasa sembuh. Padahal, sel-sel yang sudah dirusak oleh SARS CoV-19 kebanyakan bersifat permanen.

Hingga kini, dunia medis masih meneliti sejauh apa kerusakan permanen yang ditimbulkan oleh Covid-19. Beberapa gejala yang telah diketahui, yakni sulit bernafas atau nafas pendek, mudah lelah, sulit konsentrasi, nyeri sendi, mudah sakit kepala, sulit tidur, perubahan indra perasa atau penciuman, ketidakstabilan emosi, dan gangguan organ tertentu.

3. Varian delta yang penularannya lebih berbahaya sudah tersebar hingga ke Sumetera, Kalimantan dan Sulawesi

Semua kota di pulau Jawa adalah pusat penularan varian delta. Hal tersebut benar. Varian Delta sudah terdeteksi melalui uji diagnostik molekuler di semua wilayah di pulau Jawa. Hanya saja jumlah kasusnya bervariatif di tiap kota. Yang perlu diketahui adalah penyebaran varian Delta per data Juni 2021 sudah tersebar hingga ke pulau Sumatera, Kalimantan, juga Sulawesi. Menurut data dari Balitbangkes kalau per tanggal tersebut, 76% varian yang berkeliaran di Indonesia didominasi oleh varian Delta. Masih ada orang-orang yang tidak percaya kalau kehadiran varian ini berdampak nyata bagi kenaikan kasus Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.

4. Nilai CT tidak menentukan tingkat kesembuhan pasien Covid-19

Nilai CT adalah kisaran jumlah virus yang terbaca oleh alat saat melakukan pemeriksaan PCR Swab. Nilai ini dapat berubah-ubah (naik atauu turun) dan berbeda-beda karena beberapa faktor. Setiap instrumen dan bahan untuk pemeriksaan PCR berbeda-beda dan tentunya akan menghasilkan angka yang berbeda-beda pula. Proses pengambilan, penyimpanan, dan pengerjaannya pun merupakan faktor yang menghasilkan hasil yang berbeda. Dengan demikian, nilai CT tidak dapat menjadi acuan untuk pasien Covid-19. Diperlukan diagnosis lebih lanjut oleh tenaga medis ahli untuk menentukan kondisi kesehatan pasien Covid-19.

Pada awal mula pagebluk ini merebak, orang-orang dengan status positif Covid-19 harus terus melakukan isolasi mandiri hingga benar-benar negatif. Kenyataannya, seseorang yang sudah menjalani isolasi 10-14 hari dan tidak lagi bergejala, tidak lagi infeksius. Artinya, virus yang mungkin masih ada di tubuh pasien tersebut telah kehilangan kemampuannya untuk menularkan ke orang lain. Sekali pun dengan alat PCR nilai CT-nya masih muncul, pasien tersebut sudah dapat kembali beraktivitas ke masyarakat. Nilai CT tidak absolut menentukan status kesembuhan pasien Covid-19.

 

Sumber : https://science.sciencemag.org || https://cdc.gov/coronavirus || https://mayoclinic.org || https://corona.jakarta.go.id || https://mayapadahospital.com || https://covid19.go.id 

7 Berita Hoaks Covid-19 yang Sampai Kini Masih Dipercaya

7 Berita Hoaks Covid-19 yang Sampai Kini Masih Dipercaya

photo by Kominfo Bengkulu Kota

Di tengah pagebluk yang tengah berlangsung hampir dua tahun ini, banyak isu simpang siur beredar di masyarakat. Sebelum dipastikan kebenarannya, isu tersebut semakin luas tersebar baik melalui riil (lisan) atau pun melalui dunia maya (media sosial). Dampaknya, masyarakat menjadi salah kaprah menyikapi pagebluk Covid-19.

Sebagai warga yang kritis, kita sepantasnya bisa membedakan dan menyaring mana isu yang benar dan mana yang hoaks. Apalagi mengingat pagebluk tidak bertambah baik, ditunjukkan dengan  kasus positif yang terus meningkat. Kemampuan untuk menyaring informasi bukan hanya untuk diri sendiri melainkan orang-orang di sekitar kita. Kita bisa meluruskan pemahaman yang keliru di masyarakat dengan mengetahui kebenarannya.

Berikut 7 berita hoaks tentang Covid-19 yang masih diyakini oleh masyarakat Indonesia :

1. Mengonsumsi antibiotik dapat membunuh virus

Hal ini sungguh tidak benar. Antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri, bukan virus. Yang dapat membunuh virus adalah antivirus. Malahan, dengan mengonsumsi antibiotik padahal kita tidak sedang sakit yang disebabkan oleh bakteri, resistensi antibiotik dapat terjadi. Bila suatu hari nanti bakteri menyebabkan kalian sakit, antibiotik tidak akan bisa lagi membunuhnya.

2. Hanya orang dewasa yang dapat terinfeksi

Ini pemahaman yang sangat berbahaya. Virus tidak pernah pilih kasih dalam menginfeksi inangnya. Yang benar, kemungkinan anak-anak terinfeksi lebih rendah dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan reseptor ACE-2, konektor antara SARS CoV-2 dengan sel manusia, lebih sedikit pada anak-anak. Jadi, memang risiko terinfeksi lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa.

3. Menyemprotkan alkohol atau klorin ke badan dapat membunuh virus

Yang direkomendasikan untuk disemprotkan dengan klorin adalah permukaan benda. Apabila klorin mengenai anggota tubuh kita, yang terjadi adalah iritasi pada kulit. Alkohol 70% aman untuk kulit. Namun, penggunaan jangka panjang juga akan menimbulkan iritasi dan penipisan lapisan kulit. Meski demikian, alkohol tidak cukup efisien dalam membunuh virus dibandingkan sabun.

4. Pasien Covid-19 tidak dapat tertular kembali karena sudah memiliki imunitas

Imunitas benar sudah terbentuk ketika tubuh sekali terinfeksi. Biar begitu, kekebalan tersebut kadarnya akan menurun setelah 2-3 bulan. Jadi, risiko terinfeksi kembali meningkat setelah masa tersebut.

5. Vaksin Covid-19 mengandung cip mikro magnetis

Banyak warga Indonesia sungkan menerima vaksin akibat isu hoaks ini. Isu ini dihebohkan melalui video viral tentang magnet yang menempel di anggota tubuh yang telah disuntikkan vaksin. Hal ini tidak benar. Komposisi vaksin adalah protein antigen SARS CoV-2 dan bahan kimia lain yang telah diuji coba keamanannya untuk tubuh. Tidak ada cip mikro atau bahan logam lainnya.

6. Bawang putih dapat mencegah dan mengobati infeksi Covid-19

Senyawa bioaktif pada bawang putih bagi manusia bermanfaat sebagai antimikroba dan anti radikal bebas. Dengan demikian, mengonsumsi bawang putih sangat bagus untuk daya tahan tubuh. Walaupun begitu, belum ada bukti ilmiah yang membuktikan secara spesifik bahwa konsumsi bawang putih dapat melindungi atau pun menyembuhkan seseorang dari infeksi SARS CoV-2.

7. Menggunakan banyak lapisan masker absolut melindungi

Sesuai anjuran Kemenkes bahwa kita diharuskan menggenakan masker demi mencegah penularan Covid-19 yang melayang di udara menumpang pada droplet dan aerosol. Penggunaan masker tunggal yang aman adalah masker bedah, KN95, atau pun N95. Masker kain tidak efektif bila digunakan tanpa lapisan tambahan ketiga jenis masker yang telah disebutkan sebelumnya. Faktanya, selain masker kain, satu lapis masker saja sudah melindungi kita dari droplet dan aerosol. Menggenakan masker berlapis-lapis hanya membuat kita kesulitan bernafas.

sumber : https://kompas.com/edu || https://nationalgeographic.grid.id || https://galamedia.pikiran-rakyat.com