Sayur vs Buah

Sayur vs Buah

Photo by Ja Ma on unsplash.com

Buah dan sayur bukan lagi barang asing yang terucap dari ahli gizi. Para ahli gizi menggalakkan besar-besaran gerakan makan sayur dan buah lebih banyak setiap harinya secara rutin tanpa terkecuali. Beberapa tahun silam di Indonesia bahkan semakin diggalakkan gaya makan paling minim lima jenis warna sayur di piring kalian. Jadi, bisa dikira-kira sendiri ya dalam satu porsi makan, sayuran sudah menyita berapa persen dari piringmu. Nah, itu baru sayur-sayuran. Bagaimana dengan buah?

Porsi sayur dan buah yang dianjurkan oleh WHO setiap harinya bagi orang dewasa adalah 400 g. Dari 400 g kombinasi sayur dan buah, direkomendasikan sebanyak 150 g buah dan sisanya sayur. Mengapa demikian? Bukankah khasiatnya sama saja?

Mari pertama kita bahas terlebih dahulu perbedaan antara sayur dan buah. Meskipun keduanya sama-sama bagian dari tumbuh-tumbuhan, ternyata konteksnya cukup jauh berbeda. Yang acap kali dibilang sayur adalah keseluruhan bagian tumbuhan. Misalkan saja bayam yang kalau dipanen diambil dari ujung akar hingga ujung daunnya. Atau bisa juga satu bagian utuh tumbuhan seperti tunas asparagus, kembang kol, brokoli, dll. Buah secara terkhusus diperoleh dari hasil pembuahan pada bagian bunga tumbuhan. Dari segi komposisi penyusunnya, air yang terkandung pada sayur > 80%, misalkan timun. Kandungan air pada buah <75%, contohnya pisang.

Buah memang sangat baik bagi kesehatan. Sama halnya dengan sayur yang kaya akan kandungan serat, vitamin, dan mineral. Tiga hal ini baik bagi keseluruhan kesehatan sistem organ tubuh. Serat menyehatkan sistem digesti, mencegah hipertensi, dan menurunkan risiko kanker (tertuma kanker kolon). Vitamin dan mineral menjadi sumber antioksidan, yang berarti radikal bebas yang bebas hilir mudik di sekitar kita dapat ditangkal. Biar begitu, konsumsi buah disarankan untuk tetap dibatasi dibandingkan komsumsi sayur. Hal ini mengacu kepada kandungan gula yang tinggi pada buah. Molekul gula pada buah-buahan kebanyakan dalam bentuk monosakarida atau disakarida. Prinsip kerja tubuh kita adalah semakin sederhana molekul yang masuk ke tubuh, semakin mudah dicerna dan diserap. Sebaliknya, polisakarida atau molekul besar harus melalui proses panjang sebelum dicerna, sehingga membuat rasa kenyang lebih lama dan tidak mudah diserap. Kita ambil contoh buah bit dan gula tebu yang molekulnya tersusun atas sukosa (disakarida). Sementara pada sayur, gula yang dikandungnya umumnya dalam bentuk polisakarida yang sulit bahkan cenderung sama sekali tidak bisa dicerna tubuh. Polisakarida yang seperti itulah yang kita sebut serat. Buah juga memiliki polisakarida yang seperti itu, hanya saja kandungannya lebih sedikit. Misalkan saja apel yang pada kulitnya tersusun atas selulosa (polisakarida) tetapi bagian daging buahnya kaya akan fruktosa (monosakarida). Konsentrasi fruktosa pada buah meningkat seiring dengan level kematangannya. Maka dari itu, konsumsi buah yang berlebihan tidak baik untuk penderita diabetes. Orang dengan kondisi kesehatan normal pun dianjurkan juga sepatutnya membatasi konsumsi buah dibandingkan sayur untuk mengontrol indeks gula dalam darah.

Menurut perhitungan 150 g : 250 g, porsi buah : sayur yang seimbang adalah 2 macam buah ditambah 3 macam sayur setiap harinya. Oh ya, kita mengeluarkan tumbuh-tumbuhan jenis biji-bijian dan umbi-umbian dari kategori buah dan sayur ini. Gandum, nasi, kentang, singkong dll dari awal telah digolongkan sebagai sumber karbohidrat.

Sumber: hellosehat.com || who.int || alodokter.com || sehatq.com || hsph.harvard.edu || verival.at ||  Bray, G. A. 2010. Fructose: Pure, White, and Deadly? Fructose, by any Other Name, Is a Health Hazard

Daging vs Ikan

Daging vs Ikan

Photo by Woop.id

Kalau disuruh memilih, orang Indonesia cenderung ke kubu daging dibandingkan ikan. Apalagi anak-anak. Tidak dipungkiri kalau dari segi aroma, rasa, dan kemudahannya, daging memang lebih menggiurkan. Ketika kita makan daging pun, kita tidak perlu pusing memikirkan bau amis atau duri-durinya. Dari sebuah studi yang mengerjakan suatu survei di Yogyakarta mengenai minat konsumsi ikan pada usia 18-35 tahun dimana 350 responden dipilih secara acak, diketahui kalau hanya 10.86% laki-laki responden yang mengonsumsi ikan tiga kali seminggu, sementara pada wanita 7.14% responden.  Ironisnya, kita sebagai orang Indonesia tinggal di kepulauan yang dikelilingi SDA laut berlimpah. Namun, dari survei tersebut anggapan mengenai daging lebih prestige dibandingkan ikan sangatlah miris. Benarkah demikian?

  Daging Ikan
Protein 30.37 g 23.3 g
Kolesterol 89 mg 38 mg
Besi 3.36 mg 1.02 mg
Omega-3 65 mg 240 mg

Kandungan gizi daging merah maupun putih telah dibahas pada artikel sebelumnya. Kali ini akan dibahas lebih mendalam mengenai apa saja nutrisi yang terkandung pada ikan yang menyebabkan konsumsi ikan tidak bisa disubtitusi dengan konsumsi daging. Berikut tabel nilai gizi per 100 g daging merah sirloin dan ikan tuna versi ensiklopedia Britannica.

Baca Juga Daging Merah vs Daging Putih

Beberapa orang mulai menyadari kalau salah satu keunggulan nilai gizi ikan adalah omega-3. Ibu muda yang kritis mulai beralih mengonsumsi ikan atau susu demi buah hatinya. Memangnya ada apa dengan omega-3? Berita mengenai omega-3 sangat menyehatkan bukanlah suatu wacana belaka. Bagi anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, omega-3 esensial untuk perkembangan otak dan mata. Di kemudian hari pun, anak-anak yang rutin mengonsumsi omega-3 memiliki fungsi otak yang lebih baik dan tahan lama, menghindarkan terkena alzheimer di usia tua mereka. Untuk orang-orang dewasa, omega-3 kaya akan HDL. HDL memperbaiki LDL yang mengerak di dinding pembuluh darah, menyebabkan penurunan signifikan terhadap kadar lemak jenuh atau LDL dalam darah. Akibatnya, risiko terkena jantung koroner, serangan jantung, atau gangguan tekanan darah bisa diminimalisir. Ada sebuah riset lain menyatakan kalau konsumsi omega-3 berkaitan dengan diabetes tipe 2. Omega-3 memperbaiki sensitifitas insulin pada pasien diabetes 2.

Konsumsi segala sesuatu dengan seimbang. Sebagaimana anjuran dari American Heart Association kalau dalam seminggu makan daging merah tidak lebih dari dua kali seminggu, sementara konsumsi ikan minimal dua kali seminggu. Instansi tersebut tidak menyarankan kita untuk sama sekali tidak mengonsumsi daging baik merah maupun putih. Karena seperti tampak pada tabel, tubuh kita juga memerlukan nutrisi lain selain omega-3, salah satunya besi. Hanya satu hal yang harus diperhatikan. Sebagus apa pun nilai gizi suatu makanan, selama cara pengolahannya tidak benar, tetap tidak berguna buat tubuh. Malahan ada yang jadi senjata makan tuan. Cara memasak seperti menggoreng atau membakar tidak direkomendasikan bukan hanya pada daging merah, ikan pun demikian. Pemasakan pada suhu tinggi selain menyebabkan karsinogen juga merusakkan nilai gizi yang unggul pada bahan makanan tersebut. Perlu diketahui kalau lemak tidak jenuh sensitif terhadap suhu panas. Percuma kalian mengonsumsi makanan dengan omega-3 setinggi apa pun kalau ujung-ujungnya rusak karena pemanasan. Maka dari itu, mulai sekarang perhatikanlah cara kalian mengolah makanan.

Sumber: healtline.com || Annual Review of Food Science and Technology: Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acids and their Health Benefits. Annualreviews.org || Pratisti, C. 2020. Model Konsumsi Ikan pada Konsumen Muda || hellosehat.com || britannica.com || healthline.com || nationalgeographic.grid.id

Daging Merah vs Daging Putih

Daging Merah vs Daging Putih

Photo by makanabis.com

Daging terkenal kaya protein dan sesungguhnya berperan besar memberikan pertumbuhan fisik kita. Baik daging merah maupun daging putih, keduanya menyumbang protein dan senyawa bioaktif yang baik untuk pertumbuhan tulang,regulasi hormon pertumbuhan, bahkan sel saraf. Namun, orang-orang mulai mempertanyakan, manakan jenis daging yang lebih direkomendasikan untuk dikonsumsi? Daging merah kah? Atau daging putih?

Daging yang berasal dari jaringan otot kelompok mamalia pemamah biak seperti sapi, domba, dan kerbau, merupakan daging merah. Akumulasi protein myoglobin dalam jumlah besar yang sebelumnya kita kira ‘darah’ adalah penyebab warna daging menjadi merah. Pada hewan dari kelompok unggas, protein ini tidak banyak terakumulasi dalam jaringan otot mereka. Maka dari itu, daging dari ayam, bebek, atau kalkun berwarna putih. Manakah dari keduanya yang lebih baik dikonsumsi? Akan mudah kita bandingkan nilai gizinya per 100 g menggunakan tabel bawah ini.

Daging Merah Daging Putih
Total Lemak 17.8 g 9.8 g
Lemak Jenuh (SFA) 6.8 g 2.7 g
Lemak Tidak Jenuh (PUFA) 0.5 g 2.2 g
Omega-3 48 mg 180 mg
Omega-6 411 mg 1890 mg
Protein 25.7 g 25.0 g
Vitamin B-12 45% 3%
Besi (Iron) 14% 8%
Zinc 42% 17%
Carnosine > 350 mg < 300 mg

Dari segi kadar lemak, konsumsi daging merah lebih tidak menyehatkan bagi tubuh. Lemak jenuh atau dalam istilah medisnya LDL adalah sumber utama penyebab jantung koroner. Lemak jenuh inilah yang menyumbat pembuluh darah. Kadar lemak jenuh pada daging merah berkisar tiga kali lipat dibangkan daging putih pada takaran saji yang sama (100 g). Sebaliknya, lemak tidak jenuh rantai jamak (PUFA) atau HDL lebih banyak sekitar empat kali lipat pada daging putih dibandingkan pada daging merah. Jikalau kita bandingkan juga lemak tidak jenuh lainnya seperti omega 3 dan 6, daging putih pun lebih unggul. Meski begitu, kandungan vitamin b-12, besi, dan zinc yang korelatif fungsinya dengan kemampuan darah kita mengikat oksigen banyak terkandung pada daging merah. Poin terkhir yang dibandingkan adalah carnosine. Carnosine merupakan senyawa bioaktif regulator daya tahan tubuh. Kandungan carnosine pada daging merah lebih tinggi dibandingkan pada daging putih, yang berarti konsumsi daging merah sebenarnya baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh kita.

Apakah dapat disimpulkan bahwa konsumsi daging merah lebih baik dibandingkan daging putih? Jelas tidak! Pada suatu penelitian di Amerika yang data-datanya didukung oleh National Heart, Lung, and Blood Institute of the National National Institute of Health, diterangkan bahwa kandungan lemak jenuh (SFA) yang terkandung pada kedua jenis daging sama-sama meningkatkan asosiasi seseorang terjangkit penyakit jantung. Hal ini didukung dengan kurangnya konsumsi sayur-sayuran. Cara menyeimbangkan SFA yang masuk ke tubuh adalah dengan mendorongnya menggunakan protein nabati. Melalui eksperimennya, orang-orang yang mengalami peningkatan LDL setelah konsumsi daging merah dan daging putih tersebut mengalami penurunan kontras sebanyak 7% LDL sehabis empat minggu mengonsumsi protein nabati.

Terlepas dari data yang disusun dalam tabel, konsumsi daging jadi lebih menakutkan kalau cara pengolahannya salah. Daging yang dibakar atau digoreng menurut WHO adalah asal usulnya kanker lho. Jadi, asalkan cara masaknya tepat dan diseimbangkan dengan sayur-sayuran, daging sungguh menyehatkan buat tubuh kita!

Sumber: Bergeon, et al. Effects of Red Meat, White Meat, and Nonmeat Protein Sources on Atherogenic Lipoprotein measures in the Context of Low Compared with High Saturated Fat Intake: A Randomized Controlled Trial || who.int || hellosehat.com || medicalnewstoday.com || nutritionadvice.com || klikdokter.com|| aido.id

Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 2)

Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 2)

Photo by Logan Jeffrey on unsplash

Baca dulu artikel sebelumnya Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 1)

Dari artikel sebelumnya, kita umpamakan protein hewani sudah menang 2:0 dibandingkan protein nabati. Eit, jangan bergembira dulu para pemakan segalanya. Memang benar cara satu-satunya vegetarian memperjuangkan kebutuhan akan asam aminonya lewat makan lebih banyak secara kuantitas dan kombinasinya. Namun vegetarian tak perlu takut dengan kata ‘lebih banyak’. Makan sayur berlebihan demi memenuhi kecukupan gizi tersebut tidak akan menimbulkan efek buruk buat tubuhmu, juga tidak membuatmu obesitas! Tubuh manusia tidak memiliki keandalan untuk menyimpan protein nabati (yang tergolong sayur ya, bukan makanan nabati tinggi karbohidrat seperti nasi) dan menumpukkannya menjadi cadangan energi. Malahan, makan banyak protein hewanilah yang berakibat buruk untuk tubuh bila melampaui kebutuhan nutrisi hariannya. Sebenarnya bukan protein hewaninya yang dipermasalahkan. Konsumsi makanan hewani otomatis tidak terhindarkan dari konsumsi lemak jenuhnya. Maka dari itu, mengesampingkan keunggulannya, konsumsi protein hewani harus dibatasi.

Sedikit menukik dari topik protein ke lemak jenuh. Apa sih yang dimaksud dengan lemak jenuh? Orang lebih familiar dengan sebutan kolesterol jahat atau lemak jahat. Dalam terminasi kedokteran, low-density lipoprotein (LDL) dikatakan sebagai lemak jahat karena berukuran kecil dan kerjanya menempel di sepanjang pembuluh darah. Bila padatan lemak jahat ini menumpuk, suatu hari nanti pembuluh darah akan terhambat sepenuhnya. Akhir dari penumpukan lemak jahat adalah serangan jantung karena pembuluh darah berhenti mengalirkan darah ke jantung. Faktanya, makanan hewani mengandung kolesterol jahat, sedangkan makanan nabati sama sekali tidak. Bagaimana dengan minyak sawit? Banyak isu beredar kalau sawit adalah penyebab orang menderita kolesterol tinggi. Menurut ahlinya, ini adalah hoaks. Minyak sawit tidak membuat LDL-mu meningkat. Perubahan suatu struktur molekul dari makanan yang digoreng dengan minyak sawitlah yang menyebabkan LDL-mu meningkat.

Ada satu lagi keunggulan yang dibawa oleh protein nabati. Menelan protein nabati di saat yang bersamaan memasukkan nutrisi lain yang penting buat tubuh, yakni serat. Pada protein hewani, serat yang ikut terbawa sangat sedikit bahkan mendekati 0. Serat ini membantu tubuhmu mencerna makananmu lho. Kebayang meskipun protein hewani lebih mudah dicerna dan diserap tubuh berdasarkan skor IDAAS tapi serat yang kamu makan mendekati 0. Tubuhmu tetap saja tersendat-sendat mencerna protein hewani itu lho! Tapi di sisi lain, protein hewani membawa nutrisi tambahan lainnya yang sama bergunanya dalam tubuh, yakni mineral. Nah, kalau mineral ini rata-rata seimbang pada makanan hewani dan nabati. Contohnya saja kalium yang dapat kalian dapatkan dari pisang, susu, kacang-kacangan, dan daging. Lalu zat besi yang kita kira banyak terkandung pada daging merah ternyata pada takaran yang sama, misalkan 100 gr, setara dengan zat besi pada kacang merah dan bayam.

Bila disimpulkan, skor protein hewani vs. protein nabati setara dengan 2:2. Bagi para pemakan segalanya, konsumsi protein hewani memang baik. Biar begitu, menurut anjuran dari Recommended Dietary Allowence (RDA), makan makanan yang seimbang jauh lebih menyehatkan. RDA tidak menunjukkan secara persis estimasi persentase antara mengonsumsi protein hewani dan protein nabati. Bila melihat dari benefit maupun kelemahan masing-masing, akan lebih menyehatkan tubuh bila keduanya dikonsumsi secara seimbang. Seperti pepatah lama mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebih tidak baik maka dari itu hiduplah dengan keseimbangan. Life in moderation.

Sumber: medlineplus.gov || hellosehat.com || medicalnewstoday.com || sawit.or.id || sahabatnestle.co.id || halodoc.com || ncbi.nlm.nih.gov

Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 1)

Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 1)

Photo by Logan Jeffrey on unsplash

Protein menyusun 20% tubuh kita. Sisanya? 60% air dan 20% lagi adalah kombinasi karbohidrat, lemak, dan nutrisi mikro. Kebutuhan terhadap air berada di ranking pertama buat manusia (dan tentunya untuk semua makhluk hidup). Ranking keduanya baru protein. Jadi, ketahuan sekarang selain air, prioritas level berikutnya yang harus kita saksama perhatikan untuk dikonsumsi adalah protein.

Begitu berarti 20% peran protein bagi keadaan tubuh kita. Seperti yang sudah kita pelajari dari buku IPA sejak Sekolah Dasar, protein merupakan penyusun struktur tubuh, agen transportasi molekul-molekul dalam tubuh, pengirim sinyal dan regulator hormon, penyusun mayoritas komposisi enzim, dan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh? Ya, kita kembali berbicara soal antibodi! Ternyata, protein melalui wujudnya sebagai antibodi melawan invasi virus dan bakteri jahat. Protein pun menjadi pasukan pertama juga utama untuk memperbaiki bagian tubuh yang rusak seusai pertarungan sengit itu.

Apa yang sebenarnya menjadi antagonis terbesar kondisi kesehatan kita? Jelas sakit penyakit. Kondisi internal yang abnormal seperti autoimun berada di luar jangkauan kendali kita. Namun, kondisi sehat atau sakit esok hari masih berada dalam jangkauan kita. Nah, setelah kita tahu yang berperan besar dalam pengelolaan daya tahan tubuh kita adalah protein, mari kita gali lebih dalam protein apa yang bagus untuk kita konsumsi.

Berdasarkan sumbernya, protein dibagi menjadi dua: protein hewani dan nabati. Dari namanya saja sudah bisa ditebak darimana masing-masing diperoleh. Protein hewani bisa kalian peroleh dari mengonsumsi daging atau produk olahan dari hewan seperti susu dan telur. Protein nabati bisa kalian dapatkan dair mengonsumsi tumbuhan, misalkan saja kedelai. Kedua jenis protein sama-sama mudah diperoleh di sekitar kita. Pertanyaannya, lebih bermanfaat banyak mengonsumsi yang mana? Lalu apakah protein yang satu lebih baik daripada protein yang lainnya?

Protein di dalam tubuh akan melewati proses yang namanya katabolisme. Bioproses ini mengijinkan protein dipecah hingga menjadi bentuk molekul terkecil yang bisa dimanfaatkan oleh tubuh. Kalau diserasikan dengan karbohidrat, bentuk molekul terkecil pada pati yang dikandung nasi atau kentang adalah glukosa. Kalau bentuk terkecil dari protein dinamakan asam amino. Tubuh kita memerlukan 20 macam asam amino. Setiap jenis makanan pastinya menyumbang asam amino yang bervariasi. Pada umumnya, dibandingkan protein nabati, protein hewani cenderung mengandung lebih banyak macam asam amino. Semakin lengkap asam amino yang bisa kita dapatkan dari makanan yang kita makan akan semakin bagus. Selain itu, dari segi kemudahannya dicerna (proses pemecahan menjadi asam amino tadi), protein hewani terbukti lebih mudah dicerna daripada protein nabati. Dokter gizi mengukur kemampuan digesti asam amino ini melalui Nilai Kemampuan Cerna Asam Amino (DIAAS). Pada daftar DIAAS, semakin tinggi nilainya, semakin mudah dicerna dan berarti semakin mudah diserap juga oleh tubuh. Standar minimal nilai 100 adalah protein berkualitas baik untuk dicerna. Contoh DIAAS sebagai berikut.

Jenis Protein

DIAAS

Kualitas

Gandum

40

Rendah

Nasi

59

Rendah

Dada ayam

108

Tinggi

Susu

114

Tinggi

Tampaknya protein hewani jauh lebih unggul dari kelengkapan dan segi kualitas cernanya dibandingkan dengan protein hewani. Tapi para vegetarian jangan kecewa dulu. Kalian bisa mengimbangi soal kelengkapan asam amino yang tersedia dengan makan lebih banyak dan lebih beranekaragam jenis tumbuh-tumbuhan.

Lanjut Baca Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 2)

Sumber: medlineplus.gov || hellosehat.com || pressbooks-dev.oer.hawaii.edu || eufic.org

Vaksin Jenis Baru Khusus Kamu yang Sudah Dewasa

Vaksin Jenis Baru Khusus Kamu yang Sudah Dewasa

Photo by Freepik

Pengertian pengulangan vaksin adalah boosting imunisasi yang dahulu waktu kecil sudah pernah kita terima. Jenis vaksin lain untuk orang dewasa yang bukan termasuk golongan pengulangan kita sebutkan sebagai vaksin khusus.

Baca Juga Ini Khasiat 5 Pengulangan Vaksin saat Dewasa

Masa pemberian vaksin khusus terbilang istimewa karena hanya dilakukan pada saat terjadi endemi atau pandemi. Penyakit endemi berarti penyakit yang meluas pada suatu area tertentu saja, tidak menyebar hingga ke mancanegara. Wabah endemi terisolir di suatu Kawasan dan pemberian vaksin bertujuan untuk pencegahan ketika kita yang akan memasuki wilayah terisolir tersebut. Lain hal dengan penyakit pandemi. Wabah pandemi merambah hingga ke skala dunia. Yang berarti risiko terpapar dirasakan secara adil oleh semua orang di dunia tanpa terkecuali. Penyakit yang menyebar saat pandemi dikendalikan dengan pemberian vaksin supaya herd immunity tercapai. Herd immunity adalah istilah yang berarti kekebalan dalam skala populasi. Berikut 5 vaksinasi jenis baru yang perlu kalian ketahui.

  1. Vaksin Covid-19. Sudah tidak mengherankan lagi kalau saat ini vaksin Covid-19 masuk ke jajaran pertama vaksin yang paling digencarkan dunia demi memutuskan rantai Covid-19. Awalnya pemberian vaksin ini diprioritaskan bagi lansia dan nakes. Sekarang, vaksin ini diadministarikan bagi populasi manusia berusia lebih dari 18 tahun dalam keadaan sehat atau rentang 3 bulan setelah sembuh dari positif Covid-19. Untuk masyarakat awam vaksin dilakukan sekali pengulangan, sementara untuk nakes diwajibakan dua kali pengulangan.
  2. Vaksin HPV. Vaksin ini khusus perempuan, diberikan sebaiknya di usia remaja. Vaksinasi HPV bertujuan mencegah perempuan terkena kanker mulut rahim (serviks). Pemberian vaksin penting dilakukan sebelum perempuan tersebut melakukan hubungan seksual. Apalagi menurut data WHO dari Kemenkes per tahun 2019, 24 dari 100,000 perempuan Indonesia terjangkit penyakit ini, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus kanker serviks tertinggi di dunia. Dosis yang tepat adalah tiga kali untuk perlindungan maksimal, yakni 1-2 bulan setelah vaksinasi pertama. Berikutnya, vaksinasi ketiga setelah jeda 6 bulan dari vaksinasi kedua.
  3. Vaksin yellow fever. Sebenarnya waktu kecil kalian harusnya pernah divaksinasi ini. Walau begitu, pengulangan vaksin ini bersifat tidak urgen. Salah satunya adalah karena kasus meningitidis atau demam kuning terbilang kecil angkanya terjadi di Indonesia. Demam kuning cenderung disebutkan sebagai penyakit endemi. Orang dewasa yang mau berpergian ke negara tertentu contohnya ke benua Afrika dan umrah haji harus mendapatkan vaksin ini.
  4. Vaksin rabies. Nama penyakitnya dikenal dengan anjing gila. Penyebar virus penyebab rabies ini adalah hewan yang terinfeksi lalu menularkan ke manusia lewat gigitan. Vaksin ini direkomendasikan bagi orang dewasa yang sering melakukan kontak dengan hewan, contohnya dokter hewan, pekerjaan yang berhubungan dengan kebun binatang atau hutan atau area konservasi satwa, juga pelancong ke daerah endemik rabies.
  5. Vaksin korela. Kolera adalah salah satu wabah paling mematikan di abad 19. Mulanya WHO menetapkan kolera sebagi endemi dari India. Tahun 1961 wabah ini diubah statusnya menjadi pandemi sejak menyebar hingga ke Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika. Namun, setelah vaksin korela berhasil diciptakan, transmisi wabah kolera telah berada bawah kendali, sehingga status kolera di abad 20 berubah kembali menjadi endemi. Bakteri penyebab kolera ditularkan lewat sanitasi buruk yang telah tercemar bakteri pathogen ini. Pemberian vaksin ditujukan untuk warga negara yang di negaranya masih menerima transmisi kolera, yakni Afrika dan beberapa negera di Asia seperti Bangladesh dan Yemen. Pelancong dari luar negeri tersebut wajib divaksinasi bila melakukan perjalanan ke daerah tersebut.

Sobat Salam juga bisa bertanya seputar kesehatan melalui layanan konsultasi kesehatan kami.

Sumber: cdc.gov || hellosehat.com || klikdokter.com || alodokter.com || who.int || ecdc.europa.eu

Ini 5 Khasiat Pengulangan Vaksin saat Dewasa

Ini 5 Khasiat  Pengulangan Vaksin saat Dewasa

Photo By Freepik

Istilah vaksinasi dan juga imunisasi sudah tidak asing di telinga kita lagi. Sebelum wabah ini merebak, vaksinasi umumnya menjadi unsur tidak terpisahkan pada penjajakan kesehatan bayi hingga batita. Belakangan, imunisasi bahkan menjadi hal fundamental di seluruh dunia. Yang perlu disayangkan bahwa banyak orang belum tahu kalau vaksinasi seharusnya diulang saat kita sudah tumbuh dewasa. Memang apa manfaatnya kita divaksinasi kembali setelah beranjak dewasa?

Tidak ada yang abadi di dunia ini. Demikian juga efek vaksin sekian belas sampai sekian puluh tahun kemudian. Besar kemungkinan kalau efektivitasnya menurun jauh dan tidak menghalangi kemungkinan luntur sepenuhnya. Vaksinasi ulang adalah tindakan preferentif atau meminimalisir risiko kita terjangkit penyakit yang mematikan. Mari kita ingat kembali kalau sasaran bayi divaksinasi sesegera mungkin saat setelah dilahirkan yaitu memicu antibodi bayi sebelum ia terpapar mikroorganisme pathogen asli di luar sana. Lalu mari kita renungkan, selama sekian belas hingga sekian puluh tahun kemudian, kira-kira sudah berapa kali kita terpapar secara berulang-ulang mikroorganisme pathogen mematikan tersebut? Tidak ada yang tahu karena mereka kasat mata bagi kita. Jadi, kalau antivirus di komputer kalian saja butuh di-update, masa antibodi kalian kalah. Nah, berikut lima senarai pengulangan vaksinasi untuk orang dewasa.

  1. Vaksin Influenza. Pastinya banyak yang terkejut ketika membaca penggalan artikel yang menyatakan vaksin untuk influenza harus dilakukan lagi. Di Indonesia vaksin ini memang agak asing digunakan khalayak. Mengingat gejala dan dampak penyakitnya dianggap cukup sepele untuk orang dewasa, yakni batuk, demam, dan nyeri otot. Tidak jarang juga orang-orang yang sudah bergejala ini masih bersekolah dan bekerja seperti biasa. Tak lain tak bukan karena influenza dipukul rata sebagai pilek atau masuk angin. Padahal, bukan berarti warga Indonesia kebal influenza. Vaksin ini direkomendasikan bagi mereka yang mudah terserang penyakit dengan gejala tersebut. Satu dosis influenza rutin diberikan satu tahun sekali.
  2. Vaksin Pneumokokus (PCV). Vaksin ini menghindarkan kita dari radang paru. Kasus penyakit radang paru atau pneumonia terus meningkat setiap tahunnya. Seiring dengan perubahan gaya hidup yang tidak sehat, misalkan merokok atau penjadi perokok pasif. Mengacu pada data sebelum pendemi Covid-19 meruak, pasien pneumonia berkisar 450 juta orang. Kenaikan jumlah pasien ini melonjak fantastis setelah Covid-19 menyerang. Vaksinasi ini bukan untuk merangsang kekebalan melawan SARS-CoV-2, melainkan menekan peluang keparahan penyakit. Seperti kita tahu kalau komorbid adalah faktor utama perburukan pasien Covid-19.
  3. Vaksin Hepatitis A & B. Virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis B (HBV) menyerang organ hati dari akut menjadi kronis. Bisa dikatakan kalau awal mula terjangkitnya kedua virus ini adalah akibat gaya hidup yang tidak sehat. Bila tidak ditangani dengan baik, penyakit dapat berkembang menjadi sirosis lalu kanker hati. Boosting vaksin ini sangat diperlukan karena risiko terpaparnya lewat lingkungan sangat besar seiring bertambahnya usia.
  4. Vaksin Varicella (MMR). Vaksin ini tidak hanya melindungi seseorang dari cacar air tetapi juga cacar api. Pemberian ulang vaksin ini dilaksanakan setiap 20 tahun sekali.
  5. Vaksin TDP. Vaksin ini menghindarkan kita dari difteri, batuk rejan, dan tetanus. Pusat Kontrol dan Pencegahan Wabah (CDC) mengajurkan vaksinasi TDP ulang setelah dewasa paling tidak 10 tahun sekali. Target khusus vaksinasi ini adalah orang-orang yang berkesempatan besar terpapar virus ini, yakni petugas kesehatan, ibu hamil, pengasuh bayi, juga orang-orang yang sering berinteraksi dengan logam besi.

Sebelum anda melakukan vaksin, pastikan anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Sobat Salam bisa berkonsultasi dengan layanan konsultasi kesehatan kami.

Sumber: cdc.gov || who.int || sains.kompas.com || hellosehat.com || dinkes.jogjaprov.go.id

Buat Generasi Berikutnya Kebal dari Penyakit Pasca Kelahiran

Buat Generasi Berikutnya Kebal dari Penyakit Pasca Kelahiran

Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash

Kesehatan anak adalah prioritas bagi orangtua. Vaksinasi merupakan salah satu cara melindungi anak dari pelbagai penyakit. Jangan percaya isu-isu palsu tentang vaksin yang beredar di masyarakat. Yang vital diperhatikan adalah siapa pemberinya, bukan apa isinya. Instansi kesehatan seperti posyandu dan puskesmas sekitar telah dikerahkan pemerintah mengikuti tujuan negara dalam menyehatkan warganya, terutama anak-anak. Jadi, kegiatan vaksinasi untuk anak itu terjamin di bawah payung hukum. Undang-undang yang membahas hal tersebut tertulis pada Peraturan Menkes RI no.12 tahun 2017 dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2022.

Baca Juga Buat Generasi Berikutnya Kebal dari Penyakit Selama Kehamilan

Pada artikel sebelumnya telah dibahas pentingnya vaksinasi dan mengapa hal tersebut vital bagi keselamatan bayi. Bahkan vaksinasi pada ibu hamil saja dianjurkan oleh dokter anak demi perlindungan calon buah hati. Meski begitu, tidak semua vaksin dapat dilakukan selama masih dalam kandungan. 95% vaksin dasar harus diinjeksi langsung ke tubuh bayi di rentang usia tertentu. Dengan demikian, pengelompokkan vaksin dasar yang akan diberikan pada bayi disusun berdasarkan usianya rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) seperti di bawah ini.

  1. Pasca kelahiran: vaksin hepatitis B dosis 1, polio dosis 0, dan BCG.

Vaksin hepatitis B dosis pertama telah dijelaskan detail pada artikel edisi 1. Vaksin polio adalah vaksin untuk perlindungan dari kelumpuhan kaki akibat poliomyelitis, sedangkan BCG adalah vaksin untuk perlindungan terhadap bakteri penyebab tuberkolosis. Lakukanlah dua vaksinasi untuk bayi Anda yang baru lahir sebelum usianya 1 bulan (disarankan di usia 1 minggu).

  1. Usia 1-2 bulan: vaksin hepatitis B dosis 2, polio dosis 0-1, DTP dosis 1, HiB dosis 1, PCV dosis 1, dan rotavirus dosis 1.

Vaksin DTP atau Dtap adalah vaksin untuk perlindungan terhadap difteri, tetanus, dan batuk rejan. Pentingnya vaksin DTP karena menurut data CDC, tiga penyakit ini fatal bagi nyawa bayi karena menyerang saluran pernafasan. Vaksin HiB adalah vaksin untuk perlindungan terhadap influenza B. Anak-anak yang terjangkit influenza B berkepanjangan bisa berujung pada pneumoniae, dan data kematian anak akibat pneumoniae masih sangat tinggi di seluruh dunia. Vaksin PCV adalah vaksin perlindungan terhadap pneumoniae. Bedanya vaksin PCV dan HiB yakni perbedaan target mikoorganisme penyebabnya. Lalu terakhir vaksin rotavirus, vaksin yang memberikan perlindungan terhadap virus penyebab diare.

  1. Usia 3 bulan: vaksin hepatitis B dosis 3, polio dosis 2, DTP dosis 2, dan HiB dosis 2.
  2. Usia 4 bulan: vaksin hepatitis B dosis 4, polio dosis 3, DTP dosis 3, HiB dosis 3, PCV dosis 2, dan rotavirus dosis 2.
  3. Usia 6 bulan: PCV dosis 3, rotavirus dosis 3, dan influenza dosis 1.

Vaksin influenza berbeda dengan vaksin HiB. Meskipun berbau ‘flu’ tetapi HiB melindungi infeksi bakteri Haemophilus influenza B yang jauh lebih berat daripada oleh virus influenza.

  1. Usia 9 bulan: MMR dosis 1 dan JE dosis 1.

Vaksin MMR adalah vaksin yang memberikan perlindungan terhadap penyakit campak, sementara vaksin Japanese enchephalitis (JE) adalah perlindungan terhadap radang otak.

  1. Usia 12 bulan: vaksin varicella dan hepatitis A.

Vaksin varicella memberikan perlindungan terhadap Varicella zoster penyebab cacar. Vaksin hepatitis A memberikan perlindungan terhadap hepatitis A yang berbeda dengan hepatitis B. Penularan virus hepatitis A lebih kepada gaya hidup tidak sehat seperti makan makanan yang tercemar.

  1. Usia 24 bulan: vaksin tifoid dosis 1.

Vaksin tifoid memberikan perlindungan terhadap penyakit tifoid yang dikenal masyarakat dengan ‘tipes’.

Bila mengacu kepada kartu vaksin dari IDAI, vaksin dasar adalah yang berwarna biru. Warna merah menandai vaksin untuk booster.

Apabila Sobat Salam ingin berkonsultasi terkait Kesehatan Selama Kehamilan dan Pasca Melahirkan, anda dapat menghubungi kami.

Sumber: hukor.kemenkes.go.id. || Peraturan Menkes RI No. 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi || sehatnegeriku.kemenkes.go.id || Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak || awalbros.com, diakses Mei 2021 || cdc.gov || who.int || hellosehat.com || idai.or.id || sehatq.com

Buat Generasi Berikutnya Kebal dari Penyakit Selama Kehamilan

Buat Generasi Berikutnya Kebal dari Penyakit Selama Kehamilan

Photo by Anna Hecker on Unsplash

Harapan setiap ibu adalah anaknya sehat dari lahir hingga besar. Tidak jarang dari masa trimester pertama kehamilan pun calon ibu mulai melakukan berbagai-bagai usaha untuk menjaga pola makan dan gaya hidupnya demi sang calon bayi yang didambakan. Perolehan kecukupan nutrisi lewat makanan, minuman, dan suplemen sudah oke. Gaya hidup dari cukup istirahat, tidak melakukan aktifitas yang membebani kandungan, olahraga ringan khusus ibu hamil, dan tidak stress juga sudah oke. Yang terakhir harus ikut diperhatikan adalah persiapan pencegahan penyakit bagi sang calon bayi. Calon ibu wajib tahu kalau merangsang antibodi bayi dapat dilakukan bahkan dari sejak dalam kandungan lho! Tenang, calon ibu, yang disuntik bukan janinnya yang masih di perut kalian. Penerima vaksin adalah calon ibu sendiri. Antibodi yang dibentuk akan mengalir ke calon bayi lewat tali pusar. Jadi, jangan diragukan keamannya bagi keduanya!

Vaksinasi selama kehamilan dibagi menjadi tiga tahap menurut ujaran Pusat Kontrol dan Pengendalian Wabah (CDC): sebelum, selama, dan dan setelah kehamilan.

  1. Sebelum kehamilan. Vaksin yang diberikan adalah vaksin MMR, vaksin pencegahan penyakit campak, gondong, dan cacar. Dapat diberikan kepada calon ibu di usia kehamilan 4 minggu. Akan lebih baik kalau vaksinasi dilakukan sebelum terjadi kehamilan untuk memastikan keamanan selama 9 bulan bayi dalam kandungan.
  2. Selama kehamilan. Dua jenis vaksin yang diberikan pada calon ibu masa minggu tertentu kehamilan ialah Tdap juga influenza. Vaksin Tdap mencegah sang calon bayi terjangkit tetanus, difteri, dan pertussis (batuk rejan), sementara vaksin influenza untuk mencegah influenza A dan B. Waktu yang tepat untuk melakukan vaksin ini yakni di trimester akhir (antara minggu ke-27 sampai 36) kehamilan setelah berkonsultasi dengan dokter obsgyn. Alasan vaksinasi kedua jenis vaksin di menjelang kelahiran adalah karena penyakit ini dianggap mengancam nyawa oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Sementara itu, bayi neonatal baru bisa menerima vaksin pertama ini secara langsung di usia minimal 6 minggu. Sangat baik menghadiahkan imun calon buah hati sebelum ia dilahirkan.

Vaksinasi influenza dilakukan untuk melindungi calon ibu dan buah hatinya. Di beberapa negara, influenza adalah penyakit musiman cukup berbahaya bagi ibu hamil. Penyakit ini menyebabkan gangguan saluran pernapasan aku yang kalau dibiarkan akan berbahaya karena efek samping komplikasinya. Kondisi seperti asma, diabetes, atau penyakit jantung bawaan bisa diperparah akibat flu. Melalui vaksinasi influenza, sang calon ibu akan terlindungi dari flu sepanjangan kehamilan, juga melindungi calon bayi, bahkan memberikan kekebalan hingga beberapa bulan setelah ia dilahirkan. Poin terpenting dari vaksinasi ini adalah pencegahan menghindari pengobatan. Mengonsumsi obat-obatan penyembuhan influenza selama kehamilan berdampak buruk bagi kesehatan buah hati.

  1. Setelah kelahiran. Vaksin pertama yang meluncur ke tubuh bayi sesaat ia dilahirkan adalah vaksin hepatitis B (HBV). Vaksin HBV ini dilakukan beberapa kali pengulangan setelahnya di usia yang telah ditentukan. Namun yang jelas, vaksinasi pertama diberikan maksimal 12 jam pasca kelahiran. Ternyata, urgensi vaksinasi HBV adalah untuk perlindungan infeksi hepatitis B vertikal (dari ibu ke anak). Berikutnya, sang bayi akan menerima donor hepatitis B imun globin (BHIG). Penularan hepatitis B secara vertikal memang tidak bisa dicegah. Maka dari itu instansi kesehatan memberikan suplai BHIG untuk perlindungan ekstra bayi terhadap HBV.

Baca Juga Buat Generasi Berikutnya Kebal dari Penyakit Pasca Kelahiran

Sumber: csc.gov || who.int || rsupermatahati.com

Vaksin Penyelamatmu dari Badai Penyakit

Vaksin Penyelamatmu dari Badai Penyakit

Photo by @3dparadise on Unsplash

Menurut survei dunia, ketakutan besar ibu muda adalah vaksinasi menyebabkan anaknya autisme. Vaksinasi juga ditakuti karena mengandung racun yang menyebabkan kematian. Dengan membaca tulisan ini, kalian harus beritahu pada orang sekitar kalian kalau ketakutan-ketakutan ini bisa disingkirkan karena tidak benar! Sebelum diluncurkan, khasiat dan keamanan vaksin sudah lolos uji klinis. Pemahaman keliru tersebut harus segera diluruskan karena dengan vaksinasi, malahan kalian terbebas dari rupa-rupa risiko penyakit mematikan.

Deskripsi umum vaksin adalah mikroorganisme pathogen atau penyebab penyakit yang dilemahkan. Faktanya, tidak semua vaksin adalah mikroorganisme yang dilemahkan. Kalian pasti akan kabur dari pos vaksinasi waktu tahu vaksin Covid-19 sebenarnya virus SARS-CoV-2 hidup tetapi dilemahkan. Tapi tenang, komposisi vaksin Covid-19 bukan itu. Kalau memang benar begitu, seluruh dunia akan positif waktu diuji tes cepat antigen sesaat setelah vaksinasi. Berikut materi pembuatan vaksin:

  1. Mikroorganisme pathogen yang dilemahkan. Silahkan bayangkan lebah yang mabuk sampai terbang saja tidak bisa lurus karena kesadarannya antara ada dan tiada. Lebah ini sudah kehilangan kemampuannya untuk menyengat. Ia tidak lagi menakutkan. Contoh vaksin ini adalah vaksin cacar air dan rubella.
  2. Mikroorganisme inaktivasi. Mikroorganisme patogennya sudah tidak aktif atau bahkan sudah mati. Contoh vaksin ini adalah vaksin polio.
  3. Toksoid. Terdengar agak menakutkan karena vaksin jenis ini berasal dari toksin atau racun yang diproduksi mikroorganisme pathogen itu sendiri. Kita disuguhkan racun? Oh, tidak begitu. Racunnya dilemahkan hingga ke tahap tidak membahayakan. Contoh vaksin ini adalah vaksin tetanus dan difteri.
  4. Subunit. Cukup bagian tubuh tertentu dari mikroorganisme pathogen yang diambil kemudian dibuat ramuan vaksinnya. Bagian yang dijadikan vaksin itu dikenali sebagai indentitas penting dari mikroorganisme pathogen untuk limfosit dapat mengenalinya. Contoh vaksin ini adalah vaksin hepatitis B.
  5. Konjugat. Vaksin ini khusus untuk beberapa jenis bakteri. Seperti vaksin subunit, bagian tertentu bakteri pathogen diambil dan dibuat ramuan vaksinnya. Namun, bagian ini khusus hanya dimiliki bakteri yang disebut polisakarida pembungkus luar sel bakteri. Contoh vaksin ini adalah pneumoniae dan meningitidis.

Baca Juga Kenali Bedanya Imunisasi dengan Vaksinasi

Bahan-bahan penyusun vaksin ini diciptakan sedemikian rupa mengimitasi infeksi yang sesungguhnya. Vaksin ini dirancang untuk merangsang sistem kekebalan di saat yang bersamaan ia diinjeksi ke dalam tubuh. Bagi sebagian orang, gejala sakit tidak serius (demam, alergi, batuk, dll) layaknya kita sedang terinfeksi bisa terjadi. Hanya saja, hal tersebut tidak membahayakan nyawa. Tidak juga merusak sel otak, sehingga muncul after-effect semacam bodoh, austime, idiot, atau cacat. Ingat, vaksin ini sudah diuji keamanannya.

Terakhir, kapan waktu yang pas untuk kita vaksinasi? Sesegera mungkin! Bayi yang baru lahir harus segera divaksinasi. Imunitas pasif bayi akan menghilang dalam kurun waktu 1-2 minggu pasca dilahirkan. Pemberian vaksin mengintegrasikan imunitas bayi sebelum ia benar-benar terpapar dengan rupa-rupa mikroorganisme pathogen asli di luar sana. Tanpa vaksin, imunitas bayi akan bekerja sangat keras melawan badai penyakit berbahaya nan mematikan tersebut. Walau begitu, tetap patut diperhatikan untuk tidak seharusnya memberikan vaksin ketika sedang sakit. Sekalipun sudah lolos uji, memberikan vaksin saat sedang sakit cukup berbahaya. Sistem imun sedang lemah karena sedang digempur penyakit. Kalau vaksin disodorkan, hal tersebut malah menjadi senjata makan tuan. Untuk jadwal imunisasi sesuai umur dapat dicek di posyandu, puskesmas, atau rumah sakit.

Sumber: cdc.gov || awalbros.com || sehatq.com || kemkes.go.id