4 Berita Covid-19 yang Dikira Mitos tapi Ternyata Fakta

Photo by Fusion Medical Animation on Unsplash

Sebelumnya telah dibahas tentang hoaks atau mitos tentang Covid-19 yang beredar di masyakarat. Kepercayaan terhadap berita mitos tersebut menimbulkan kekeliruan dalam menyikapi pagebluk Covid-19.

Baca Juga 7 Berita Hoaks Covid-19 yang Sampai Kini Masih Dipercaya

Hoaks beredar tanpa dicari dahulu kebenarannya dan orang-orang meyakininya begitu saja. Uniknya, kebalikan dari hoaks, ada fakta-fakta ilmiah yang telah diuji kebenarannya tetapi malah dianggap mitos oleh masyarakat Indonesia.

Berikut 4 fakta tentang Covid-19 yang diyakini sebagai mitos :

1. Penyakit komorbit adalah risiko terbesar keparahan Covid-19

Banyak orang di luar sana percaya bahwa penyebab kematian setelah divaksin adalah vaksin itu sendiri. Padahal, komordit atau penyakit penyerta adalah sumber nomor satu keparahan infeksi SARS CoV-2. Vaksin adalah sebuah kiprah memasukkan bahan organik komponen SARS CoV-2 ke tubuh dengan tujuan merangsang pembentukan antibodi. Bila seseorang divaksin dalam keadaan tidak sehat, maka tubuh yang sedang dipaksa membuat antibodi terhadap Covid-19 akan terganggu. Penyakit penyerta yang sedang kambuh akan memperburuk keadaan tubuh sehingga kesehatannya menurun drastis.

Fakta yang kedua adalah kemungkinan seseorang terjangkit Covid-19 sebelum atau bertepatan dengan vaksinasi. Sebelum kekebalan terbentuk, virus terlanjur menginfeksi. Tubuh yang sedang dalam kondisi tidak fit akibat penyakit penyerta ketambahan penyakit baru. Hal ini lah yang dapat menyebabkan kematian.

2. Efek samping setelah terinfeksi Covid-19

Sembuh dari Covid-19 tidak berarti seseorang pulih sepenuhnya ke keadaan tubuhnya semula. Banyak orang yang tidak melakukan screening kesehatan setelah merasa sembuh. Padahal, sel-sel yang sudah dirusak oleh SARS CoV-19 kebanyakan bersifat permanen.

Hingga kini, dunia medis masih meneliti sejauh apa kerusakan permanen yang ditimbulkan oleh Covid-19. Beberapa gejala yang telah diketahui, yakni sulit bernafas atau nafas pendek, mudah lelah, sulit konsentrasi, nyeri sendi, mudah sakit kepala, sulit tidur, perubahan indra perasa atau penciuman, ketidakstabilan emosi, dan gangguan organ tertentu.

3. Varian delta yang penularannya lebih berbahaya sudah tersebar hingga ke Sumetera, Kalimantan dan Sulawesi

Semua kota di pulau Jawa adalah pusat penularan varian delta. Hal tersebut benar. Varian Delta sudah terdeteksi melalui uji diagnostik molekuler di semua wilayah di pulau Jawa. Hanya saja jumlah kasusnya bervariatif di tiap kota. Yang perlu diketahui adalah penyebaran varian Delta per data Juni 2021 sudah tersebar hingga ke pulau Sumatera, Kalimantan, juga Sulawesi. Menurut data dari Balitbangkes kalau per tanggal tersebut, 76% varian yang berkeliaran di Indonesia didominasi oleh varian Delta. Masih ada orang-orang yang tidak percaya kalau kehadiran varian ini berdampak nyata bagi kenaikan kasus Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.

4. Nilai CT tidak menentukan tingkat kesembuhan pasien Covid-19

Nilai CT adalah kisaran jumlah virus yang terbaca oleh alat saat melakukan pemeriksaan PCR Swab. Nilai ini dapat berubah-ubah (naik atauu turun) dan berbeda-beda karena beberapa faktor. Setiap instrumen dan bahan untuk pemeriksaan PCR berbeda-beda dan tentunya akan menghasilkan angka yang berbeda-beda pula. Proses pengambilan, penyimpanan, dan pengerjaannya pun merupakan faktor yang menghasilkan hasil yang berbeda. Dengan demikian, nilai CT tidak dapat menjadi acuan untuk pasien Covid-19. Diperlukan diagnosis lebih lanjut oleh tenaga medis ahli untuk menentukan kondisi kesehatan pasien Covid-19.

Pada awal mula pagebluk ini merebak, orang-orang dengan status positif Covid-19 harus terus melakukan isolasi mandiri hingga benar-benar negatif. Kenyataannya, seseorang yang sudah menjalani isolasi 10-14 hari dan tidak lagi bergejala, tidak lagi infeksius. Artinya, virus yang mungkin masih ada di tubuh pasien tersebut telah kehilangan kemampuannya untuk menularkan ke orang lain. Sekali pun dengan alat PCR nilai CT-nya masih muncul, pasien tersebut sudah dapat kembali beraktivitas ke masyarakat. Nilai CT tidak absolut menentukan status kesembuhan pasien Covid-19.

 

Sumber : https://science.sciencemag.org || https://cdc.gov/coronavirus || https://mayoclinic.org || https://corona.jakarta.go.id || https://mayapadahospital.com || https://covid19.go.id 

Leave a comment

Your email address will not be published.